Secara umum masyarakat mengartikan masjid sebagai rumah Allah yang digunakan sebagai tempat beribadah. Tempat ibadah umat Islam ini juga sering dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar Al-Quran dan kajian keislaman. Pada zaman Nabi Muhammad Saw masjid dengan segala aktivitasnya telah menyatu dengan realitas kehidupan masyarakat. Artinya, masjid tidak sekadar tempat beribadah melainkan juga berperan sebagai pusat keagamaan, sosial, politik, administrasi, budaya dan kegiatan lain yang memang diperuntukkan untuk kemaslahatan umat.
Secara bahasa, masjid dapat dimaknai sebagai tempat yang digunakan untuk bersujud. Sementara dalam makna yang lebih luas, masjid merupakan bangunan yang dikhususkan sebagai tempat berkumpul untuk menunaikan shalat berjamaah. Selain dapat menegakkan agama Allah Swt, masjid juga berfungsi untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketertiban sosial melalui kajian-kajian keagamaan yang menyejukkan.
Nana Rukmana (2002) berpendapat bahwa masjid adalah suatu bangunan yang dipergunakan sebagai tempat mengerjakan shalat, baik untuk shalat lima waktu maupun shalat jumat, atau hari raya.
Sementara menurut Moh Ayub (2001), masjid tidak bisa dilepaskan dari masalah shalat, tetapi shalat juga bisa dilakukan di mana saja seperti di rumah, kebun, jalan dan di tempat lainnya. Selain itu, masjid merupakan tempat orang berkumpul dan melakukan shalat berjamaah, dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi di kalangan kaum muslimin.
Seperti kita ketahui bersama bahwa dalam sejarahnya masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, melainkan juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, serta pusat pendidikan agama seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw pada zama kejayaan Islam saat itu. Masjid Quba menjadi masjid pertama yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan Islam oleh Nabi Muhammad Saw.
Sejarah telah mencatat, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid juga sebagai tempat penyebaran dakwah Islam, menyelesaikan masalah individu dan masyarakat, untuk menerima duta-duta asing, pertemuan pemimpin-pemimpin Islam, tempat bersidang, sebagai pusat kajian ilmu dan berbagai aktivitas sosial lainnya.
Sistem pendidikan yang dilaksanakan di masjid umumnya disebut dengan halaqah, di mana para pelajar atau penunut ilmu duduk mengelilingi seorang guru untuk mendengar dan melakukan tanya jawab seputar urusan agama dan kehidupan sehari-hari.
Seiring perkembangan zaman, jumlah masjid terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk beribadah. Faktor lain adalah masjid juga dapat digunakan untuk kegiatan lain yang bisa mendatangkan kemaslahatan bagi umat.
Berdasarkan data Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kementerian Agama (Kemenag), jumlah masjid di Indonesia sebanyak 299.692 unit per 7 Maret 2024. Masjid di Indonesia memiliki beragam jenis atau tipe. Jenis masjid yang paling banyak tersebar di tanah air adalah Masjid Jami dengan jumlah mencapai 242.520 unit. Masjid Jami merupakan masjid di tingkat kelurahan/desa dan ditetapkan oleh pemerintah desa/kelurahan setempat. Masjid yang terletak di tempat publik menjadi jenis masjid terbanyak kedua yakni 50.549 unit. Kemudian, jumlah Masjid Besar di Indonesia sebanyak 5.100 unit. Ada pula jumlah Masjid Bersejarah sebanyak 1.051 unit. Lalu, jumlah Masjid Agung dan Masjid Raya masing-masing sebanyak 437 unit dan 34 unit (Dataindonesia.id, 7/3/2024).
Dengan segala potensi yang dimilikinya, maka peran masjid bisa lebih dioptimalkan terutama menyangkut proses perannya sebagai pusat pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM) merupakan model pendidikan yang di dalamnya lebih banyak melibatkan peran masyarakat daripada keterlibatan atau campur tangan negara. Untuk itu, Pendidikan Masyakatan Berbasis Masjid (PMBM) perlu terus digalakkan dan didukung oleh semua lapisan masyarakat. Penguatan masjid sebagai pusat pendidikan masyarakat perlu dilakukan oleh seluruh masjid di Indonesia. Jika hal ini bisa dilakukan, maka akan terwujud peradaban umat Islam yang maju sebagaimana peradaban ideal di zaman Nabi Muhammad Saw.
Untuk mewujudkan itu semua dibutuhkan kerja sama antarpihak mengingat tidak semua masjid memiliki manajemen atau pengelolaan yang baik. Masjid-masjid di Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, seperti pengurus masjid belum memiliki kapasitas memadai dalam mengelola masjid khususnya dalam mengimplementasikan model Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid (PMBM), pola pikir (mindset) masyarakat yang masih takut dengan perubahan yang menganggap bahwa fungsi masjid hanya untuk ibadah, keterbatasan anggaran dan kurang mendapat dukungan dari pemerintah maupun masyarakat.
Oleh karena itu, perlu langkah-langkah nyata untuk mengoptimalkan fungsi masjid sebagai pusat pendidikan masyarakat. Langkah yang dapat kita lakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada pengurus masjid seputar manajemen masjid terutama terkait pelaksanaan Pendidikan Masyarakat Berbasis Masjid (PMBM), sosiaisasi pentingnya peran dan fungsi masjid kepada masyarakat luas dan menjalin kerja sama dengan pihak lain seperti pemerintah dan lembaga pendidikan.
Dengan demikian, jika langkah-langkah di atas dapat dilakukan dengan baik, maka saya sangat yakin bahwa masjid bisa dioptimalkan fungsinya sebagai pusat pendidikan bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat semakin tercerahkan sehingga nantinya terwujud perabadan umat yang unggul dan maju.
Kusai Murroh, S.Pd., S.H., M.H., Akademisi dan Penasihat Hukum LPPH-BPPKB Banten
https://kbanews.com/wp-content/uploads/2024/09/Membangun-Pendidikan-Masyarakat-Berbasis-Masjid.jpg
Membangun-Pendidikan-Masyarakat-Berbasis-Masjid.jpg
E: Di luar 4 kategori