Keragaman suku, agama, ras dan antargolongan yang mewujud kebudayaan nasional itu. Menjadi pondasi utama dari konsensus nasional yang melahirkan NKRI hingga saat ini.
SULIT membayangkan Indonesia berdiri tegak tanpa menyatukan unsur-unsur kedaerahan itu sebagai kekayaan materil dan spirituil bangsa. Kebhinnekaan dan kemajemukan Indonesia membuka ruang politik identitas dan primordialisme sebagai bagian dari eksistensi dan partisipasi masyarakat yang bersumber dari adat istiadat dan nilai-nilai leluhur.
Selama masih dalam interaksi sosial yang menyuburkan keharmonisan dan keselarasan. Kemunculan karakter kesukuan dan keagamaan dalam pergaulan sosial dan sebagai warga negara, harus dilihat wajar dan sah-sah saja.
Menjadi naif ketika memaksa orang atau komunitas untuk tercerabut dari akar kebudayaan dan dari tradisinya yang sudah menjiwai. Seperti memaknai kesadaran Ilahiyah, manusia tidak bisa memilih dilahirkan dari Ibu siapa, tempat dan sukunya.
Justru upaya yang mereduksi, menggerus dan mengeliminasi mozaik-mozaik etnik Keindonesiaan itu. Pada dasarnya telah melukai Panca Sila, UUD 1945 dan NKRI yang telah menjadi simbol dan representasi entitas negara bangsa Indonesia.
Dengan demikian, sepantasnya seluruh rakyat Indonesia semestinya bangga menjadi bagian dari suku dan daerahnya masing-masing. Kehormatan dan kebahagiaan tersendiri karena telah menjadi orang kampungan. Hangat menyambut modernitas yang menggandeng liberalisasi dan sekulerisasi namun tetap kokoh berpijak pada keyakinan tradisional yang menyimpan makna dan nilai-nilai adiluhung.
Selamat menyadari keberagaman, demi menjaga kearifan lokal untuk menyelamatkan Indonesia. Karena Sejatinya tanpa kekayaan kultur dan natur, Indonesia hanyalah berupa fosil peradaban.
Yusuf Blegur, Pernah Aktif di DPP HIMMAH Alwasliyah dan Presidium GMNI