“Kecap” dengan merek “Anies” yang dijual di Petamburan, sungguh tak mengecewakan. Sebab Anies terbukti memiliki keberpihakan dan kepedulian terhadap rakyat kecil, melebihi gubernur-gubernur sebelumnya.
MEMBACA judul berita di KBA news, 07/01/22, “Menunggu 24 tahun, puluhan ribu warga petamburan kini sah memiliki tanah,” membuat saya terkesiap. Judul berita itu mengingatkan saya pada janji seorang relawan pada tanah sengketa Petamburan, 4 tahun silam.
Kala itu, Pilkada DKI Jakarta memasuki putaran kedua, saya ditunjuk sebagai Koordinator Relawan Roemah Djoeang (RD) Anies – Sandi untuk Petamburan. Setelah hampir sebulan bekerja, namun belum juga mampu meng-cover 50% wilayah itu, membuat saya pening kehabisan cara.
“Bagaimana ini, Fahmi? Progres kita sangat lamban,” kataku pada Ahmad Fahmi saat kami mampir berteduh di sebuah poskamling.
Ahmad Fahmi, anak Betawi asli warga Petamburan, adalah Koordinator Relawan RD Anies – Sandi RW 07 yang nyaris setiap malam mendampingiku menyusuri gang-gang di Petamburan.
“Gimana yah, bang. Tapi, coba kita ke rumah Bang Ridat. Mungkin beliau ada saran yang perlu Abang dengarkan,” balasnya.
Bang Ridat adalah Ketua RT 03 RW 05. Usianya kira-kira menuju 60 saat itu. Di masanya, ia termasuk sosok yang cukup disegani di kalangan preman Tanah Abang. Saya benar-benar sangat beruntung berhasil merekrutnya, apa lagi bersedia menjadi Koordinator Relawan RD Anies – Sandi untuk RW 05.
Saat hujan mulai reda, Fahmi lalu buru-buru men-starter sepeda motornya. Tak sampai 15 menit, kami pun tiba di rumah Bang Ridat di Jalan Petamburan V, tak jauh dari Masjid Jami Al Barokah, hanya beberapa meter.
Meski jarum jam sudah menunjukkan waktu dini hari, namun rumah Bang Ridat masih tetap ramai dengan belasan orang. Usai menjabat tangan mereka satu per satu, Bang Ridat memintaku duduk di kursi sebelahnya sembari memperkenalkanku.
“Bang Fai ini adalah Koordinator Relawan Roemah Djoeang Anies – Sandi Petamburan,” katanya. Kemudian sambungnya, “Bang Fai, kawan-kawan ini dari RW 09, dekat rumah susun.”
Mendengar rumah susun Petamburan disebut, semangatku yang sedang redup, kembali menyala. Bukan apa, saya benar-benar kesulitan menembus wilayah itu.
Maklum, mulai dari tembok TPU di Jl. KS Tubun ke belakang hingga Rusun Petamburan di Jl. Administrasi II, adalah basis paslon lain. Saya lalu melirik ke arah Fahmi, memberi isyarat agar segera bicara.
“Kebetulan kalau gitu, bang. Soalnya, Bang Fai ini kesulitan merekrut relawan di sana. Kita sih berharap abang-abang ini berkenan membantu,” ujarnya memancing.
“Sebenarnya tidak sulit, asal Bang Fai bersedia mengakomodasi harapan kami,” sambar salah seorang dari mereka yang duduk di sebelah kiri Bang Ridat.
Melihat pancingan Fahmi berhasil, saya pun tidak menyia-nyiakannya.
“Maksud abang?” saya langsung memotong.
“Sebenarnya, kami dan Pemprov DKI telah lama bersengketa terkait lahan pembangunan rusun itu. Sudah hampir 20 tahun kami berjuang dan berharap pada setiap gubernur yang terpilih, agar mengembalikan tanah itu,” tuturnya.
“Jujur saja, bang,” sambung yang lain. “Tadinya kami memilih Paslon No. 1, lantaran Ibu Sylvi orang DKI, tentu beliau sangat paham soal ini. Tetapi sekarang, kami tinggal berharap pada Anies – Sandi. Kami bersedia membantu asal Abang mau berjanji memperjuangkan tanah itu, sekiranya Anies – Sandi terpilih.”
Tanpa berpikir panjang, saya pun mengambil peluang itu. Apakah saya bisa atau tidak, itu persoalan nanti, pikirku.
“Baik, saya akan membantu memperjuangkannya, asalkan Anies – Sandi memenangkan Petamburan, minimal 70%,” kataku mengakhiri.
Semenjak itu, tak sampai dua pekan, tim relawan RD Anies – Sandi, berhasil meng-cover Petamburan seluruhnya. Bahkan Bang Ridat sampai menjadikan rumahnya sebagai posko. Semua ini tak lepas dari keberhasilan meyakinkan mereka kalau saya sungguh sangat dekat dengan Anies.
Benar saja, Anies – Sandi memenangkan Petamburan hampir 76%. Hanya, usai memastikan kemenangan itu, saya buru-buru pergi. Sebab, saya tiba-tiba merasa takut ada sekelompok warga datang mencariku untuk mengingatkan janji itu.
Empat tahun semenjak itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, benar-benar mencabut Keputusan Gubernur No. 122/1997 dan mengembalikan tanah itu pada warga. Saya tidak bisa membayangkan betapa bahagianya mereka, setelah melalui penantian selama 24 tahun.
Usai membaca berita itu, saya pun menelpon Fahmi untuk memastikannya.
“Perjuangan Abang berhasil,” ujar Fahmi setengah berteriak.
Namun, saya tiba-tiba merasa bersalah karena membohongi mereka selama ini. Saya lantas mengalihkan pembicaraan, kemudian buru-buru mengakhirinya.
Seperti Fahmi, tentu ada sejumlah warga di sana percaya kalau itu karena perjuangan saya. Perjuangan apa? Jangankan akses, kenal Anies saja, tidak. Lalu, bagaimana mau memperjuangkannya?
“Kecap” dengan merek “Anies” yang pernah saya jual di Petamburan, sungguh tak mengecewakan. Sebab Anies terbukti memiliki keberpihakan dan kepedulian terhadap rakyat kecil, melebihi gubernur-gubernur sebelumnya.
Dan, kini, tak ada lagi yang mengutukku di Petamburan.
Terima kasih, Mas Gub.
(Yarifai Mappeaty, Pemerhati Sosial dan Poltik)