Menurut Anies Baswedan, negara kadang-kadang malah pelit sama rakyat. Justru kalau jadi negara, jangan pernah pelit sama rakyatnya.
JAKARTA | KBA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam mengambil kebijakan berkaitan dengan rumah dan tanah warga mengedepankan aspek rasa keadilan. Kebutuhan pokok seperti air dan listrik juga menjadi prioritas untuk dipenuhi.
“Bicara soal keadilan, di Jakarta ini PBB-nya (Pajak Bumi dan Bangunan, red), kadang-kadang masyaallah harganya. Yang punya properti di Jakarta pasti merasakan. Pusing! Apalagi properti yang tempatnya strategis. Pondok Indah, Menteng,” ujar Anies Baswedan dalam tayangan YouTube @Sulselsatu bertajuk ‘Anies Baswedan Menyapa Sulsel – Part II’ yang dikutip KBA News di Jakarta, Rabu, 26 Januari 2022.
Anies Baswedan pada pertemuan dengan sejumlah tokoh dan warga Sulawesi Selatan di Makassar tersebut mengungkapkan sejak dirinya menjadi gubenur, tidak ada kenaikan PBB di Jakarta, rata. Pihaknya justru membaliknya, yakni membebaskan banyak orang dari kewajiban membayar PBB.
“Saya melihat rumah itu adalah kebutuhan pokok yang semua orang harus punya. Kalau rumah itu dipajaki, makin hari makin tinggi, sebenarnya ini ‘pengusiran’ sopan orang miskin dari kotanya. Cuma dibungkus dengan kalimat bayar pajak bumi dan bangunan,” tutur Anies seraya mengatakan bagi mereka yang tidak bisa bayar pajak pelan-pelan akan geser.
Menurut Anies, kalau pajak bumi dan bangunan ditinggikan karena kegiatan produktif, misal dipakai kantor, dipakai buat usaha, itu bolehlah. Nilai tambahnya dibagi, sebagian masuk provinsi sebagian masuk negara.
“Tapi kalau untuk hidup, hidup itu butuh tanah, butuh rumah, justru itu yang harus dikoleksi,” imbuhnya.
Berkenaan soal PBB, kata Anies, Pemprov DKI Jakarta telah mengambil kebijakan untuk membebaskan pembayaran PBB bagi orang-orang yang berjasa seperti guru, pensiunan, dan purnawiran.
“Semua guru di Jakarta bebas PBB, semua pensiunan bebas PBB, semua purnawirawan bebas PBB,” sebut mantan menteri pendidikan dan kebudayaan era Jokowi-JK ini.
Anies mengatakan, banyak sekali pensiunan ASN yang kredit perumahan tahun 1980-an, rumah yang lokasinya berada di pinggiran, contoh Kelapa Gading yang sekarang maju. Mereka dulu menyicil bayar rumah di sana, sekarang menyicil membayar PBB.
“Ironis bukan? Untuk itulah Pemprov DKI Jakarta kemudian membebaskan dari kewajiban pembayaran PBB, menjadi nol rupiah. Semua orang yang berjasa, nol rupiah sampai tiga generasi. Masing-masing dibebaskan PBB,” kata Anies.
Anies juga bercerita, di Jakarta punya begitu banyak kasus bukan hanya soal PBB. Ada juga soal warga yang tidak mendapat pelayanan dasar seperti kebutuhan air bersih dan listrik karena tinggal di tanah sengketa.
“Banyak orang-orang di Jakarta tinggal di tanah sengketa. BUMN dapat tanah dari Pemerintah Belanda, tapi dihuni warga ditinggali selama 40 tahun,” sebutnya.
Kalau mereka tidak punya IMB (Izin Mendirikan Bangunan), lanjut Anies, mereka tidak dapat layanan listrik, aliran air bersih. Konsekuensinya, orang miskin di Jakarta hidupnya lebih mahal daripada orang menengah ke atas karena air yang mereka butuhkan harus beli, dan harganya lebih mahal.
“Oleh karena itu, kita bikin terobosan, berikan IMB tapi IMB-nya beda. Ini pertama kali di Indonesia, IBM-nya per RT, seluruh rumah satu dokumen IMB,” imbuhnya.
Dan ketika IMB diberikan, maka satu RT dapat aliran listrik dan air. Kemudian soal status tanahnya biar diselesaikan di pengadilan. Tapi soal penyelesaian kebutuhannya itu menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melayani.
“Jadi kita tidak terlibat ini mau tanah siapa, selesaikan saja antardua belah pihak. Tapi kebutuhan air, listrik jangan diputus,” tegas Anies.
Menurut Anies, negara kadang-kadang malah pelit sama rakyat. Justru kalau jadi negara, lanjutnya, jangan pernah pelit sama rakyatnya. “Apalagi kalau bicara tanah. Dulu tanah milik siapa? Karena menang perang dapat tanah. Kira-kira begitu,” ujarnya.
Untuk itulah, Anies mengaku pihaknya mendorong adanya rasa keadilan sehingga warga tidak merasa nomor dua, nomor tiga di kota ini.
Dikatakan Anies, banyak sebetulnya PR (Pekerjaan Rumah, red) di Jakarta. Tetapi ikhtiar untuk menghadirkan keadilan sosial, yang ujungnya nanti adalah persatuan.
“Jangan harap muncul persatuan tanpa keadilan sosial. Keadilan itu penting, dan saya harap nanti bisa dijalankan lebih luas lagi. Saat ini kita tunaikan di beberapa lokasi di Jakarta,” pungkasnya. (kba)