Utang budi itu harus dibayar balik dan ditebus. Utang budi itu bukan hanya ke kampus, tetapi ke semua urusan.
JAKARTA | KBA – Suatu ketika muncul nyinyiran bahwa Anies Baswedan terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta bukan karena kemampuannya, tetapi faktor nama besar almamaternya, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
“Bagi saya kampus UGM itu bukan tempat kuliah, tetapi tempat hidup,” kata Anies saat berbincang di Podcast Total Politik bertema Anies Baswedan Baper Banjir Kritik? dengan host Budi Adi Putro dan Ari Putra yang dikutip KBA News, Kamis, 20 Januari 2022.
Anies bercerita, rumah masa kecilnya hanya berjarak sekitar 500 meter dari kampus UGM. SD-nya juga berada di lingkungan kampus UGM yaitu di perumahan dosen. Nama sekolah itu SD Laboratori 2 IKIP Yogyakarta.
“Saya bermain masa kecil di dalam area kampus, sampai kemudian kuliah di UGM,” ujar dia.
Pengalaman kuliah dan berorganisasi yang memperluas pengetahuannya, dia syukuri sebagai suatu akumulasi pengalaman yang tidak bisa digantikan. Anies menyebut, pada 1990-an UGM relatif berjarak terhadap kekuasaan. Pada saat rezim Orde baru sedang kuat-kuatnya, mereka yang di Yogyakarta bisa berjarak dengan rezim.
“Pada saat itu, kami sudah bicara tentang demokratisasi, perbedaan pandangan dengan kekuasaan, yang kita tahu ujungnya reformasi. Jadi Gadjah Mada (UGM) adalah tempat di mana pengalaman organisasi itu tumbuh pesat. Nah, kalau sekarang dibilang alumni Gadjah Mada banyak, ya dari dulu seperti itu,” tutur dia.
Anies mengatakan, lulusan UGM ada di seluruh Indonesia. Bahkan dibandingkan lulusan kampus-kampus negeri yang lain, barangkali lulusan UGM paling banyak di daerah. Kondisi itu memungkinkan karena mahasiswa UGM yang berasal dari daerah, begitu lulus langsung ke daerah asal untuk berkarya. Berbeda misalnya dengan kampus negeri di Jakarta, misalnya, begitu lulus bekerja di Ibu Kota juga.
“Dulu waktu tugas ke daerah, kabupaten atau provinsi ketemu lulusan Gadjah Mada bukan satu dua orang tetapi banyak. Suatu ketika pernah ke sebuah kota di Sumatera Barat. Saya diundang untuk berkunjung ke sebuah kebun binatang kecil di Sawahlunto. Di sana ketemu seorang dokter hewan ternyata setelah saya tanya, baru lulus langsung ke situ, dari mana, Gadjah Mada katanya.”
Lantas apa kontribusi Anies ke Kagama? Anies menegaskan bahwa semua punya utang budi ke republik yang harus dibayar balik dan ditebus. Utang budi itu bukan hanya ke kampus, tetapi ke semua urusan.
“Dulu kalau fundraising untuk beasiswa anak-anak, mahasiswa, Indonesia Mengajar, saya tidak pernah bilang, saya mengundang Anda-Anda untuk menyumbang. Saya katakan, mengundang Anda untuk bayar balik atas apa yang republik ini berikan. Bayar baliknya lewat apa, biayai setiap anak ini sampai selesai kuliah. Biayai anak-anak ini kuliah sampai lulus, maka biaya yang anda terima selama ini, dibayar lunas.”
Anies mengundang mereka bukan untuk menyumbang dengan alasan, kalau menyumbang berarti mereka mempunyai semua. “Lho, dulu Anda itu siapa? Kan karena pendidikan Anda menjadi seseorang? Nah, sekarang kami mengundang Anda untuk bayar balik ke republik. Yang saya lakukan mengundang banyak orang untuk mau berbuat baik untuk kemajuan republik, khususnya waktu itu lewat pendidikan,” katanya.
Semangatnya, kata Anies, mewarisi apa yang dilakukan senior-seniornya saat kuliah di UGM. Dia menyebut mantan Rektor UGM Koesnadi Hardjasoemantri yang mengerahkan tenaga mahasiswa ke daerah-daerah pelosok di Tanah Air.
“Jadi, cara kita membayar utang ke republik bukan dengan mengagung-agungkan republik ini, dengan memuji, tetapi justru dengan mengajak banyak orang berbuat baik demi kemajuan bangsa dan republik. Tenun kebangsaan,” tutur dia.
Hingga kini Anies mengaku sekadar anggota Kagama dan tidak masuk kepengurusan. Dia menegaskan tak ada masalah dengan pucuk pimpinan Kagama Ganjar Pranowo. Anies menyebut, Ganjar adalah segenerasinya saat kuliah di UGM, tetapi berada tiga tingkat di atas Anies. “Di kampus pernah satu aktivitas dengan beliau, tapi enggak lama,” ujar dia. (kba)