Akar masalah diskriminasi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal adalah UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen tidak mengakui sebagai guru profesional. Kementerian dan DPR tidak tertarik merevisinya. Gugatan Pasal 1 serta 2 UU Guru dan Dosen melalui judicial review ditolak MK pada tahun 2019.
JAKARTA | KBA – Era Revolusi Industri (ERI) 5.0 di depan mata. Konsekuensinya, super smart society bakal tercipta. Di sini dibutuhkan ekosistem sumber daya manusia, teknologi, dan sinergi yang mengandaikan human center serta technology based.
“Ini hanya mungkin bila basis pendidikan kokoh,” kata Dosen Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Iyan Sofyan dalam diskusi “Ironi Guru PAUD dan Visi Pendidikan ABW” di Warung Matoa dikutip KBA News, Senin, 10 Januari 2022.
Jika pada ERI 1.0 ditandai dengan ditemukannya mesin uap (1686), ERI 2.0 ditemukannya listrik dan telepon (1876), ERI 3.0 ditindai otomatisasi industri dan internet (1969), serta ERI 4.0 ditandai dengan big data, AI, dan digitalisasi, ERI 5.0 ditandai dengan robot as human.
Mengacu presentasi Sekjen Kemenristekdikti (2018), keterampilan yang dibutuhkan industri masa depan secara berurutan adalah complex problem solving (36 persen), social skill (19 persen), process skill (18 persen), system skill (17 persen), dan cognitive abilities (15 persen). “Sisanya resource management skills 13 persen, technical skills 12 persen, dan physical abilities 4 persen,” ujar Iyan.
Sedangkan Koordinator Kopertis III Jakarta pernah mengungkap, ada beberapa kekurangan lulusan perguruan tinggi saat ini. Kategorinya, terlalu berorientasi pada teori 16,88 persen, kurang pengalaman berorganisasi 11,69 persen, kurang bisa beradaptasi 11.69 persen, kurang kemampuan berkomunikasi 11,69 persen, kurang percaya diri 9,09 persen, kurang berpikir kritis 9,09 persen, kurang visioner 7,79 persen, kurang kreatif 7, 79 persen, kurang bisa berkompetisi 6,49 persen, mudah menyerah 2,60 persen, kurang wawasan 2,60 persen, sering berpindah-pindah pekerjaan 1,30 persen, dan enggan turun ke lapangan 1,30 persen.
Menurut Iyan, kondisi tersebut juga dipengaruhi peta jalan pengembangan SDM Indonesia. Berdasarkan dokumen negara, dalam RPJPN, RPJMN, dan RPJPN Bappenas (2005-2025) bidang pendidikan menempati urutan ke-5 dari 9 bidang pembangunan prioritas Indonesia. “Bidang politik merupakan prioritas utama,” katanya.
Rencana Strategis (Renstra) Pengembangan SDM Indonesia pun bermasalah. Di bawah koordinasi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), tujuh kementerian terkait memiliki renstra masing-masing. “Idealnya renstra itu terintegrasi. Faktanya setiap kementerian memiliki data sendiri-sendiri dan renstra sendiri, belum terintegrasi,” ujar Iyan.
Tak mengherankan, Indeks SDM Indonesia di dunia (Human Capital Indeks/HCI) masih jauh dari harapan. Data tahun 2018 menyebut HCI Indonesia 0,053 poin atau menempati peringkat 87 dari 174 negara. Data tahun 2020 hanya menjadi 0,054 poin. Dibandingkan sejumlah negara tetangga, Indonesia masih kalah. Misalnya, Singapura memiliki 0,88 poin, Vietnam 0,69 poin, Malaysia 0,61 poin, Brunei Darussalam 0,63 poin, dan Thailand 0,61 poin.
“Sumber masalahnya adalah pendidikan bukan sektor utama pembangunan. Kualitas, aksesibilitas, dan fasilitas pendidikan belum merata. Selain itu, selalu berorientasi pendidikan formal. Jadi, pendidikan informal diskesampingkan dan dianggap pelengkap. Tidak betul-betul dirancang dan lahir belakangan dengan adanya Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga tahun 2015,” katanya.
Iyan lantas membandingkan kebijakan pendidikan era Mendikbud Anies Baswedan dengan era Nadiem Makarim. Pada era Anies, UN bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Indeks Integrasi Ujian Nasional (IIUN). Telaah, revisi konsep, dan penerapan Kurikulum 2013. Guru terdepan, terpencil, tertinggal (3T) menjadi PNS. Dihapuskannya ospek di sekolah. Percepatan dan pemerataan akses PAUD berkualitas. RegistrasI Cagar Budaya (daring melibatkan masyarakat). 15 menit gerakan Indonesia membaca-menulis. Beasiswa Unggulan. Belajar bersama Maestro. Hari Pertama masuk sekolah. Direktorat baru “Direktorat Keayahbundaan”.
Ada pun kebijakan pendidikan era Nadiem Makarim dengan Merdeka Belajarnya adalah Ujian Nasional (UN) mulai 2021 dihapus diganti asesmen kompetensi minimum dan survei karakter dilaksanakan di tengah jenjang pendidikan dengan harapan ada perbaikan sebelum siswa lulus, bukan alat seleksi untuk mencegah siswa stres.
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dihapus mulai 2020 dan sekolah bisa mengadakan ujian kelulusan mandiri. Format ujian esai, portofolio, karya tulis, tugas kelompok dan sebagainya, Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diharapkan meringankan beban administrasi guru.
Kuota zonasi penerimaan sekolah 2020 dikurangi. Kalau sebelumnya 80 persen jalur zonasi, dikurangi menjadi 70 persen. Sebesar 15 persen afirmasi pemegang kartu Indonesia Pintar (KIP) dan 5 persen pindahan. Sedangkan 30 persen jalur prestasi (sebelumnya 15 persen).
Persoalan seriusnya, terjadi ironi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Menurut data BPS tahun 2020 terdapat 2.893.407 guru di Indonesia, guru PAUD sejumlah 541.000 orang. HIMPAUDI tahun 2020 mencatat hingga kini jumlah guru PAUD nonformal adalah 183.760 orang. Jumlah lembaga nonformal pun tidak sedikit yaitu 109.422 lembaga atau 47,6 persen di seluruh Indonesia, dengan jumlah siswa 2.357.840 anak atau 40,2 persen
Honor guru PAUD dengan nominal di bawah Rp 250 ribu menduduki jumlah terbanyak yaitu 76,1 persen. Honor dengan nominal Rp 250 ribu sampai 500 ribu sebanyak 12 persen, Rp 500 ribu hingga 750 ribu sebanyak 2,1 persen, dan yang mendapat gaji Rp 750 ribu ke atas hanya 0,3 persen.
Guru PAUD nonformal tidak diakui negara sebagai guru profesional. Guru PAUD nonformal tidak dianggap profesi. Demonstrasi dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga ke pemerintah pusat dan DPR RI, terjadi. Muncul pula gerakan petisi kesetaraan hak dengan revisi UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 serta UU Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005.
Menurut Iyan, akar masalah diskriminasi guru PAUD nonformal adalah UU Sisdiknas serta UU Guru dan Dosen tidak mengakui sebagai guru profesional. Kementerian dan DPR tidak tertarik merevisinya. Gugatan Pasal 1 serta 2 UU Guru dan Dosen melalui judicial review ditolak MK pada tahun 2019.
“Solusinya ada dua. Dirikan partai baru “Partai Guru PAUD NonFormal” (GPNF) atau mencari sosok capres yang bertekad merevisi UU itu. Pilihannya ada pada Anies Baswedan (ABW),” katanya. (kba)