JAKARTA | KBA – Taman Ismail Marzuki (TIM) merupakan sebuah pusat kesenian dan kebudayaan yang berlokasi diJalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
Pada tahun 2018, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memulai pekerjaan fisik proyek Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) TIM yang pertama kali dibangun era Gubernur Ali Sadikin tahun 1968.
Deputi Projects Director BUMD PT Jakarta Propertino (JakPro) Tabah Noekman menjelaskan kepada Tim KBA News, Senin, 20 Desember 2021, bahwa Jakpro berkomitmen untuk menghadirkan wajah baru tempat berkumpulnya para seniman Jakarta ini, namum tidak menghilangkan nilai seni dan fungsinya.
“Ini sejalan dengan upaya Pemprov DKI Jakarta menjadikan TIM sebagai pusat wisata edukasi kesenian dan kebudayaan terbaik dibelahan bumi Selatan,” kata Tabah.
Dengan berbagai keunggulan dan mengusung konsep mixed-use building, TIM akan menjadi Urban Art Center dan Creative Hub di Kota Jakarta dan Indonesia.
Tabah mengatakan konsep desain revitalisasi TIM berdasarkan hasil pemenang sayembara arsitek Andramatin atau Isandra Matin Ahmad, seorang arsitek tersohor di Indonesia dan manca negara. Konsep tersebut sudah mengikuti beberapa penyesuaian fungsi masukan dan saran dari berbagai pihak pengguna dan insan yang peduli terhadap PKJ TIM.
“Sebetulnya ini menang, berdasarkan dari sayembara di tahun 2007 yang dimenangkan oleh arsitek Andra Matin. Namun kesempatan jalannya di tahun 2018, dengan mempertimbangkan unsur modernitas pada tiap-tiap gedung yang direvitalisasi,” kata Tabah.
Menurutnya, konsep desain di TIM ini unik. Misalnya desain sisi depan Gedung Panjang yang serupa dengan bentuk kapal.
Menurut Sang Arsitek Andra Matin, lanjut Tabah, bangunan ini adalah penggambaran inspirasi dari lagu ciptaan Ismail Marzuki yang berjudul Rayuan Pulau Kelapa.
“Kalau dilihat dari atas. Gedung ini terrlihat seperti note balok lagu Rayuan Pulau Kelapa ciptaan Ismail Marzuki,” ucap Tabah.
Tabah mengakui kalau dilihat dari jauh, Gedung Panjang itu tampak seperti Kapal Pinisi. Namun desain Gedung Panjang sebetulnya gabungan dari rumah tinggal yang diangkat seperti panggung.
“Konsepnya itu menggunakan seperti teras tering, tapi sebetulnya dia menggunakan Kapal Pinisi. Kapal, tetapi gabungan rumah tinggal, tali diangkat seperti panggung. Kalau kita melihat dari jauh kan, seperti panggung rumah. Tapi di atasnya seperti kapal, jadi kombinasi arsitektur nusantara,” ungkapnya.
Gedung Panjang ini dibangun di lahan yang dulu jadi pusat kuliner TIM, terdapat 14 lantai. Pada bangunan ini terlihat tidak rata seperti bangunan tinggi konvensional. Terdapat elemen motif tumpal dari batik Betawi di bangunan tersebut.
Selain sebagai estetika, hal itu bertujuan untuk mereduksi sinar matahari ke area perpustakaan agar menjadi lebih sejuk.
Kemudian dia memaparkan bahwa Gedung Panjang memiliki fasilitas yang dapat diakses oleh masyarakat umum, seperti perpustakaan, pusat dokumentasi sastra HB Jassin, galeri seni, wisma seni, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), ruang diskusi untuk Komite Seni dan Wisma Seni.
Selain itu, ada juga ruangan untuk pengelola TIM, unit pelaksana kesenian Jakarta, dan ruangan untuk para komika.
Tabah mengungkapkan sudah ada tiga gedung yang siap digunakan, seperti Gedung Panjang atau Perpustakaan, Gedung Parkir Panjang, Masjid Amir Hamzah sudah 100 persen. Namun pihaknya masih belum dibuka untuk umum karena tengah mengurus Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
“Gedung Panjang sudah 100 persen, gedung Parkir sudah 100 persen, Masjid juga sudah 100 persen. Cuma yang belum keluar ini karena SLF perizinan belum jadi. Jadi bisa bisa 100 persen,” tuturnya.
Dia berharap akhir tahun ini perizinannya sudah turun untuk ketiga gedung yang sudah pengerjaannya 100 persen.
“Harapannya akhir tahun ini sudah bisa dipakai semua secara legal,” tutupnya. (kba)