Suasana keberpihakan kepada TIM dan seniman kembali muncul dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan merevitalisasi pusat kesenian yang berlokasi di Jalan Cikini raya 73, Jakarta Pusat dengan megah dan berstandar internasional.
JAKARTA | KBA – Perubahan Taman Ismail Marzuki (TIM) dari sisi bangunan hingga kelengkapan fasilitas patut dibanggakan. Bagaimana tidak, pusat kesenian Jakarta ini kini dilengkapi dengan Wisma Seni bak hotel berbintang untuk menginap para seniman dan ruang-ruang pertunjukan seni, seperti seni rupa, tari, musik, teater dan sastra.
Dosen Teater dan Film Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang juga deklamator kenamaan Indonesia Jose Rizal Manua menuturkan, TIM merupakan salah satu bangunan kebanggaan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin. TIM dulu merupakan salah satu bangunan kesenian terbesar di Indonesia sebelum adanya gadung-gadung kesenian lainnya seperti saat ini.
“Saya di TIM ini sejak tahun 1972 sampai sekarang, saya tidak pernah keluar dari TIM. Banyak teman-teman keluar masuk, tetapi saya tetap di sini terus,” kata Jose Rizal kepada KBA News, Jumat, 24 Desember 2021.
Jose Rizal melihat dan merasakan, pada awal-awal TIM dibangun tahun 1968, keberpihakan Pemerintah kepada seniman sangat tinggi.
“Kebetulan TIM ini kebanggaan Bang Ali Sadikin waktu itu, jadi betul-betul diperuntukkan bagi seniman yang berkarya,” katanya.
Suasana seperti itu kemudian berangsur menghilang setelah Ali Sadikin tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. TIM setelah era Ali Sadikin seolah dibiarkan berjalan sendiri dan keberpihakan kepada para seniman yang berkarya di dalamnya pun terasa menurun.
Kini suasana keberpihakan kepada TIM dan seniman kembali muncul dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan merevitalisasi pusat kesenian yang berlokasi di Jalan Cikini raya 73, Jakarta Pusat dengan megah dan berstandar internasional.
Jose Rizal berharap, keberpihakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak hanya dalam bentuk pembuatan gedung yang megah, tetapi juga memperhatikan ekonomi para seniman agar terus melahirkan karya-karya besar.
Menurutnya, para seniman memiliki pendapatan yang berbeda-beda, ada yang lumayan baik dan ada yang biasa saja tetapi karya-karya mereka sangat luar biasa.
Untuk itu, perlu adanya keberpihakan Pemerintah kepada para seniman, termasuk dalam soal biaya pentas dan menginap di TIM. Karena ada kekhawatiran dari para seniman jika bangunan semegah TIM saat ini pasti memiliki biaya yang cukup tinggi.
“Harapannya teman-teman seniman, terutama seniman teater itu kan nggak punya uang ya. Jadi kalau bisa mereka diberi fasilitas tertentu atau diberikan keringanan-keringanan tertentu, supaya mereka bisa melahirkan karya-karya yang mendunia, tetapi juga tidak terbebani oleh biaya yang besar,” harap Jose Rizal.
Ia mengusulkan agar TIM ke depan tidak hanya dijadikan sebagai pusat kesenian dan budaya, tetapi juga sebagai laboratorium sebagaimana dulu awal TIM didirikan.
“Awalnya TIM bukan hanya sebagai tempat pertunjukan tapi juga sebagai labolatorium. Dulu banyak seniman yang lahir dan bereksplorasi di TIM, seperti Arifin C. Noer. Dia berlatih di sini, berkarya di sini. jadi memang harus menjadi lebih pertemuan juga di sini,” jelasnya.
Dengan menggandeng arsitek ternama Indonesia, Andra Matin, pada tahun 2019 Pemprov DKI Jakarta mulai merevitalisasi kembali dengan tujuan TIM bisa menjadi laboratorium seni, etalase seni, dan barometer seni. Diharapkan juga mengembalikan fungsi TIM sebagai pusat kesenian Kota Jakarta dan Indonesia.
Dengan total luas 72.551 meter persegi atau 7 hektare, pembangunan dibuat menjadi tiga tahap. Tahap pertama yaitu pembangunan gedung parkir taman, Gedung Panjang yang berisi perpustakaan, galeri seni, dan wisma seni, dan Masjid Amir Hamzah berkapasitas 860 orang yang kini sudah beroperasi. Pada tahap kedua yaitu pembangunan planetarium, pusat pelatihan seni, Graha Bakti Budaya, teater halaman, dan Gallery Annex.
Sedangkan tahap ketiga adalah pekerjaan interior, lighting dan peralatan untuk Perpustakaan Daerah dan Wisma Seni, Gallery Annex, Planetarium dan Pusat Latihan Seni, Graha Bhakti Budaya, dan ruang pertunjukan lainnya.
Bangunan-bangunan yang dahulu ada di Taman Ismail Marzuki banyak yang masih dipertahankan. Tapi beberapa fungsi bangunan dipindahkan untuk mendukung dari alur zonasi kawasan ini supaya lebih nyaman. (kba)