Akar sebab tagline ‘Stadion Kita’ yang diusung Jakarta International Stadium adalah agar semua masyarakat Jakarta memiliki rasa yang sama dalam kebanggaan dan menyemai rasa persatauan dalam keberagaman masyarakat kota praja.
JAKARTA International Stadium (JIS) merupakan stadion impian dan harapan masyarakat Jakarta untuk memiliki ruang publik dalam beraktivitas di Kawasan olahraga terpadu. Kawasan stadion ini memiliki luas lahan 22 hektare, berlokasi Utara Jakarta, tepatnya di Jl. R.E Martadinata, Tanjung Priok.
Investasi project pembangunan JIS sebesar Rp 4,546 Triliun dengan sumber pendanaan dari Penyertaan Modal Daerah Periode 2019-2021.
Akar sebab tagline ‘Stadion Kita’ yang diusung stadion ini adalah agar semua masyarakat Jakarta memiliki rasa yang sama dalam kebanggaan dan menyemai rasa persatauan dalam keberagaman masyarakat kota praja.
Stadion bertaraf internasional berstandar asosiasi sepak bola dunia atau Fédération Internationale de Football Association (FIFA) ini sebuah kawasan yang akan terintegrasi dengan sarana angkutan umum massal, fasilitas kegiatan campuran dan ruang terbuka hijau, memiliki lapangan rumput hybrid dan atap buka tutup pertama di Indonesia.
JIS mengusung konsep green building dengan grade platinum, berkapasitas total 82.000 penonton yang memiliki fasilitas pendukung seperti retail, Sky View Dex di ketinggian elevasi 70 meter serta future development lainya. Tentunya membuat stadion ini sangat dinanti-nantikan kehadirannya.
Bicara tentang sepakbola internsional maupun dalam negeri, banyak hal menarik yang bisa memantik keingintahuan yang tidak hanya membicarakan hal-hal teknis 90 menit di lapangan. Hal-hal yang berada di luar konteks permainan juga menarik untuk di ulik dan diperbincangkan, seperti fanatisme suporter, stadion sebagai venue pertandingan, manajemen pengelolaan sebuah klub, dan lainya.
Jika kita melihat persepakbolaan Indonesia, tentunya kita juga berkaca pada persepakbolaan internasional, hal apa yang bisa menjadi keunggulan dan nilai yang bisa kita tonjolkan dari sepakbola kita?
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang menggilai sepakbola, tentu fanatisme itu bisa dipandang dari dua sisi, positif dan negatif. Sedikit gambaran ketika tim nasional Indonesia bertanding di kejuaraan piala AFF yang diikuti tim-tim dari Asia Tenggara, pada tahun 2010, bagaimana supporter kita rela mengantre tiket sejak dini hari. Padahal loket baru dibuka jam 10 pagi, itupun dengan risiko masih bisa kehabisan tiket.
Tentu saja fanatisme itu memberikan atmosfer tersendiri bagi tim-tim maupun pemain yang bermain di Indonesia. Lihatlah bagimana takjubnya tim nasional Belanda ketika melakukan pertandingan persahabatan melawan tim nasional Indonesia di Gelora Bung Karno (GBK) tahun 2013 lalu, gemuruh dan lautan manusia memenuhi sisi -sisi tribun stadion berkapasitas tak kurang dari 75.000 orang itu. Antusiasme suporter kita memiliki nilai jual tersendiri di mata internasional.
Saya pun ingin memberikan gambaran bagaimana riuh, sengit dan tingginya tensi pertandingan jagat sepakbola kita ketika Persib Bandung bertanding dengan tim Ibu Kota Negara Persija. Sentimen antarsuporter yang selalu membara bahkan membuat tim yang bertandang sebagai tamu kedatangannya ke stadion sebagai venue pertandingan harus di kawal dan menggunakan baraccuda demi alasan keselamatan. Jadi sepakbola kadang bukan hanya sekedar olahraga atau hal yang bisa dianggap biasa-biasa saja.
Hampir di setiap kota, ada kesebelasan sepakbola yang amat dibanggakan warganya, bahkan beberapa kota bisa memiliki lebih dari 1 tim amatir maupun profesional yang terdaftar di Asosiasi Provinsi di bawah Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI). Meski bermain d ikasta liga yang berbeda, seperti hal nya di DKI Jakarta ada Persija Jakarta (Liga1) dan Persitara Jakarta Utara (Liga3), ketika tim-tim lokal tersebut bertemu dalam sebuah pertandingan, maka pertandingan tersebut disebut derby satu kota yang masing-masing memiliki gengsi dan rivalitas tersendiri.
Uniknya jika pertandingan derby tersebut dilakukan di vanue stadion yang digunakan dan di klaim sebagai homebase masing-masing mereka meskipun dengan objek stadion yang sama.
Tak banyak tim menggunakan stadion yang sama sebagai homebase oleh dua tim yang berbeda. Harapannya kita dapat belajar bagaimana mereka mengelola kompetisi, jadwal pertandingan, jumlah penonton tim tamu dan tim kandang yang boleh hadir ketika hari pertandingan derby dilangsungkan. Bagaimana mereka merawat kebersamaan, berbagi dibalut bumbu rivalitas yang tidak dapat dilepaskan dari sebakbola itu sendiri.
Berikut kita ulas beberapa stadion yang digunakan sebagai homebase dua klub sepakbola dalam satu kota yang sama:
Stadion Sansiro/Giuseppe Meazza (Italia): AC Milan dan Inter Milan
Derby Milan adalah salah satu derby yang paling ditunggu-tunggu di sepakbola. Stadion ini mulanya dibangun oleh Piero Pirelli, Presiden AC Milan saat itu, pada tahun 1925, selesai dan dibuka pada tahun 1926 dengan nama Nuovo Stadio Calcistico San Siro. Pertandingan pembukanya derby antara AC Milan melawan Inter Milan, yang dimenangkan oleh Inter Milan dengan skor 6–3.
Pada tahun 1935 AC Milan mengalami kebangkrutan dan harus menjual stadion tersebut pada Pemerintah Kota Milan. Inter Milan kemudian menyewa stadion ini dari Pemerintah Kota Milan dan kemudian kedua klub tersebut berbagi homebase sejak tahun 1947.
Secara kapasitas dan interior lapangan sangat mirip dengan Jakarta International Stadium, tanpa lintasan lari dan memiliki kapasitas di angka 80.000 penonton, tapi masing masing tim menamai stadion ini dengan nama yang berbeda. AC Milan menyebutnya Stadion San Siro sedangkan Intermilan manggunakannya dengan nama Stadion Giuseppe Meazza yang merupakan nama salah satu pemain legenda milik Inter Milan. Uniknya dalam satu stadion tersebut mereka memiliki konsep masing-masing dalam mendesain changing room tim mereka.
Stadion Olimpico: AS Roma dan SS Lazio
Stadion ini berada di Roma, Ibu Kota Italia. Dibangun pada tahun 1928 berkapasitas 72.698 penonton. Stadion ini digunakan sebagai markas bersama dua raksasa ibu kota setelah diresmikan pada tahun 1937, AS Roma dan SS Lazio. Sempat beberapa kali mengalami perombakan terutama saat Italia menjadi tuan rumah Olimpiade 1960 dan Piala Dunia 1990.
Kapasitas stadion juga sempat mengalami perubahan menjadi hanya 53.000 penonton dan terkahir menjadi 70.634 penonton.
Hal yang perlu kita pelajari bagaimana pihak operator kompetisi membagi setiap pekannya karena kedua tim bermain di level kompetisi yang sama Serie-A. Mengatur jadwal siapa yang bermain di kandang dan menggunakan stadion olimpico karena tidak memungkinkan jika kedua tim bermain secara bersamaan sebagai tim kandang dipekan dan hari yang sama,.
Kemudian mengatur jumlah penonton yang d izinkan hadir ketika kedua tim ini bertemu di laga derby, baik yang di statuskan sebagai tim kandang dan tandang, seperti pemegang tiket musiman, atau penggemar dengan tiket tertentu disarankan melewati gerbang tertentu yang agar meminimalisir terjadi nya percekcokan antar basis suporter kedua tim ketika derby della capitale saat AS Roma melawan SS Lazio.
Stadion Allianz Arena (Jerman): Bayern Munchen dan TSV 1860 Munchen
Jika dilihat dari segi level kompitisi kedua tim Bayern Munchen dan TSV 1860 Munchen, situasinya sangat mirip dengan tim-tim sepakbola kita di Jakarta. Persija bermain di level tertinggi kompetisi di Indonesia Liga 1 sementara tim lainya berada di kompetisi di bawahnya seperti Persitara yang bermain di Liga 3.
Seperti halnya Munchen bermain di Bundesliga (level teratas liga Jerman) sementara TSV 1860 Munchen berada di kasta ketiga liga Jerman. Uniknya dari stadion ini, adalah perubahan warna stadion setiap kali masing-masing tim berlaga, merah untuk Bayern Munchen dan biru untuk TSV 1860 Munchen.
Stadion Letzigrund (Swiss): FC Zurich dan Grasshoperzurich
Stadion ini terbilang klasik dan dibangun pada tahun 1925, digunakan oleh dua klub dalam satu kota yakni FC Zurich dan Grasshoperzurich. Stadion berkapasitas 30.000 penonton ini juga pernah digunakan di level piala Eropa 2008.
Kedua klub berbagi stadion yang sama sejak tahun 2007. Stadion ini cukup popular sejalan dengan tingkat kepupuleran dan kesuksesan masing-masing tim di kompetisi domestik negaranya.
Stadion Azadi (Iran): Esteghlal FC dan Persepolis FC
Stadion ini merupakan stadion sepak bola terbesar di Iran dan sering digunakan untuk pertandingan-pertandingan resmi maupun persahabatan oleh tim nasional sepak bola Iran.
Stadion ini merupakan bagian dari kompleks olahraga Azadi. Stadion ini dibangun pertama kali tahun 1973 dan diresmikan pada tahun itu juga untuk penyelenggaraan Asian Games 1974 di Iran.
Pada tahun 2002 stadion ini direnovasi untuk mengurangi kapasitas tempat duduk penontonnya dari 100.000 menjadi 90.000 tempat duduk. Stadion ini sempat mengalami perubahan nama Stadion Aryamehr namun kembali dinamai Stadion Azadi setelah revolusi Iran tahun 1979.
Salah satu sajian seru dalam kompetisi sepak bola adalah laga derby antara dua klub sekota. Atmosfer akan lebih panas lagi apabila kedua kubu berbagi kandang yang sama seperti hal nya Esteghlal FC dan Persepolis FC yang sama sama berasal dari Kota Teheran. Kedua tim berbagi homebase dengan stadion yang sama sejak 1973.
Itulah tadi beberapa stadion yang digunakan oleh dua tim dalam satu kota. Dari stadion-stadion tersebut terdapat beberapa kemiripan dengan situasi dan kondisi Jakarta International Stadium di Jakarta.
Secara kapasitas dan jarak pandang, Sansiro atau Giuseppe Meazza sangat mirip dengan JIS karena mampu menampung lebih dari 80.000 dan tidak memiliki lintasan lari di sisi lapangan utama nya.
Secara lokasi, Stadion Olimpico di Roma sangat mirip dengan Jakarta International Stadium yang sama-sama berlokasi di Ibu Kota Negara.
Secara kondisi situasi sepakbola di suatu kota, Bayern Munchen dan TSV Munchen di Kota Munich sangat mirip di Kota Jakarta yang di dominasi secara prestasi oleh Persija seperti halnya Bayern Munchen di Jerman.
Secara tampilan exterior facade stadion, Allianz Arena dan JIS memiliki kemiripan karena lighting façade bisa menampilkan warna yang beragam menyesuaikan dengan kondisi tim yang bermain di stadion nya sesuai dengan keinginan penyelenggara.(*)
(Yuandi Sales Kopa, Design Officer Jakarta International Stadium)